Minggu, 20 September 2015

PKN


PENGEMIS SEBAGAI SUMBER PENGHASILAN YANG MENJANJIKAN


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pembimbing : Ibu Noviani Achmad Putri
Disusun Oleh:

Mohammad Nurul Setyawan                           4311413001
Febry Dwi Nugroho                                          5213413042
Siti Muzdalifah                                                  5401413041
Sherly Nurmala Dewi                                       7211413006
Novi Ernawati                                                    7311413015


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya. Sudah banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi jumlah pengemis seperti razia pengemis dan gepeng, undang-undang pidana bagi pengemis, dan pelarangangan pemberian uang bagi pengemis yang sudah mulai di canangkan di beberapa daerah di Indonesia. namun jumlah pengemis di Indonesia masih tetap tinggi.
Awalnya mengemis merupakan pekerjaan yang di anggap rendah dan berkaitan erat dengan kemiskinan seseorang dalam suatu masyarakat, Namun saat ini bagi sebagian masyarakat mengemis bukan lagi hal yang dianggap demikian karena tanpa mengeluarkan banyak tenaga seseorang dapat mendapat uang dengan mudahnya. Dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran. Pengaturan lain terhadap pengemis juga terdapat dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Pengemis (“Perkapolri 14/2007”). Dari peraturan tersebut sudah jelas bahwa mengemis merupakan tindak pelanggaran, namun masyarakat masih banyak yang berbondong-bondong mengantri dan mengaku menjadi orang miskin tanpa memperdulikan harga dirinya. Apa lagi diketahui jumlah pendapatan mereka yang luar biasa besar (menurut beberapa liputan media masa, pendapatan mereka dalam 1 hari mencapai Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta), profesi sebagai pengemis memang tidak memerlukan kerja yang melelahkan. Selain kerja cukup enak, untuk dapat menjalankan profesi mengemis juga tidak diperlukan keahlian tertentu yang harus disiapkan, apalagi ijasah.
Hal itu membuat jumlah rombongan pengemis yang datang dari waktu ke waktu terus bertambah dan tidak pernah surut, walau pihak dinas sosial selalu mengadakan penertiban dengan menangkapi para pengemis secara dadakan. Mereka terus saja berdatangan kembali, walau sudah dipulangkan secara paksa. Namun, jumlah imbalan yang diperoleh dari usaha mengemis cukup besar sehingga menutup mata para saudara kita untuk tetap kembali berusaha sebagai pengemis.
Fenomena lain selain pengemis yang berbondong-bondong masuk ke perkotaan yang merupakan sasaran empuk karena orang-orang kota yang menurut mereka berduit , kini pengemis mulai merambah di daerah perkampusan, termasuk yang sering kita lihat di kawasan Universitas Negeri Semarang. Mungkin mereka tahu  jika mahasiswa iba melihat pemandangan seperti itu. Tapi itu adalah pendapat media mengenai pengemis, Namun kita belum tahu bagaimana realita yang sebenarnya apakah semua pengemis memang sebenarnya orang mampu.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengemis di Indonesia dan apa yang menjadi alasan mereka mengemis?
2.      Apa solusi-solusi untuk mengurangi jumlah pengemis di Indonesia?

C.  Tujuan
1.      Mengetahui informasi-informasi atau data-data tentang pengemis dan alasan mereka mengemis.
2.      Mengetahui solusi mengurangi pengemis di Indonesia.






BAB II
KAJIAN TEORI

A.    KONSEP PENGEMIS

Untuk memahami pengemis secara utuh, kita harus mengetahui definisi pengemis. Sudarianto mendefinisikan pengemis adalah orang-orang yang pekerjaannya meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi kebutuhannya.
Sementara itu, menurut Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005), pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain. Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana pengemis masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat pada umumnya.Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan.

B.  PENGEMIS DI INDONESIA
Indonesia adalah negara yang kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin tidak bisa dihitung. Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan  sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data , Walhi, 2004). Kekayaan alam Indonesia itu bernilai milyaran dolar, namun ironisnya angka kemiskinan tetap tinggi, Dari data BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah orang miskin yang terdata sampai bulan Maret 2013 berjumlah 28,07 juta, dimana jumlah ini menurun cukup lumayan dibanding data bulan Maret 2012 sebesar 29,13 juta, atau menurun cukup tajam bila dibanding data tahun 2009, yaitu sebesar 32,53 juta. BPS sendiri membuat kriteria rumah tangga sasaran yang dapat dikelompokkan orang miskin adalah RTS yang pengeluaran sebulan per kapita tidak lebih besar dari Rp 211 ribu atau Rp 7 ribu sehari perkapita.
Adanya pengemis merupakan salah satu dampak dari kemiskinan, pengemis di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari melemahnya kekuatan ekonomi secara makro. Latar belakang pengemis sendiri bermacam-macam. Ada yang akibat rumahnya tergusur, sehingga mereka (1 keluarga) menggunakan gerobak untuk berpindah-pindah tempat dan mencari sumbangan / makanan. Ada pula yang meninggalkan kampungnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Jakarta, tapi tidak melengkapi dirinya dengan kemampuan yang dibutuhkan sehingga akhirnya menjadikan pengemis sebagai profesi.
Pengemis dibedakan menjadi macam empat yaitu :
1.      Pengemis musiman
yaitu pengemis yang hanya ada  di hari-hari tertentu saja, seperti imlek, ramadhan, idul fitri dan lain  sebagainya.
2.      Pengemis mangkal
yaitu pengemis yang hanya mengemis di tempat-tempet tertentu, dan pasti selalu ada di tempat itu dengan pengemis yang sama.
3.      Pengemis keliling
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan cara keliling rumah-rumah penduduk di berbagai desa maupun kota.

4.      Pengemis sumbangan
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan alasan meminta sumbangan untuk pembangunan masjid dan lain sebagainya.    
Maraknya jumlah gelandangan dan anak-anak jalanan di tengah- tengah kota besar tentu mengindikasikan meningkatnya tingkat kemiskinan kota yang pada akhirnya mengemis dan jadi gelandangan bukan nasib tapi pilihan mereka. Namun hakekatnya persoalan mereka bukanlah kemiskinan belaka, melainkan juga eksploitasi, manipulasi, ketidakkonsistenan terhadap cara-cara pertolongan baik oleh mereka sendiri maupun pihak lain yang menaruh perhatian terhadap Anak Jalanan dan Gepeng.
Menurut menteri  sosial Salim Segaf Al-jufrie pada tahun 2008 Badan Pusat Statistik (BPS) mendata ada kenaikan  setiap tahunnya pada jumlah pengemis setiap tahunnya, yaitu dapat dilihat dari data tabel di bawah ini:
TAHUN
GELANDANGAN
ANAK JALANAN
PENGEMIS
2008
450
109
95
2009
600
129
111
2010
902
313
313
2011
947
358
358
JUMLAH
2899
909
877
Tabel   SEQ tabel_ \* ARABIC 1.1 data statistik Pengemis di Indonesia

Fakta pengemis di Indonesia:
Pengemis di Indonesia memiliki penghasilan yang menjanjikan, bukan hanya memiliki penghasilan tetap mereka bahkan mampu berpenghasilan lebih, penghasilan sebagai pengemis sekitar >Rp100.000,00/hari atau sekitar Rp3.000.000,00/bulan, ini adalah pengahsilan minimal yang bisa didapatkan oleh seorang pengemis, ada diantara mereka yang mampu berpenghasilan Rp25.000.000.000/bulan. Seperti halnya Pak Walang dengan mengemis hanya dalam waktu kurang dari satu bulan mampu meraup 25 juta rupiah, ini melebihi penghasilan seorang manajer perusahaan. Sangat fantastis dan menggiurkan, hanya dengan menadahkan tangan dan memelas dapat menghasilkan jutaan rupiah.
Berbagai macam modus operandinya, ada yang sekedar menengadahkan tangan dan berkeliling dari rumah ke rumah (yang ini sudah jarang dilakukan, karena ternyata hasilnya kurang banyak), berkeliling dengan menengadahkan tangan di dalam pasar atau terminal bus (ini jumlahnya cukup banyak), atau sekedar duduk saja disepanjang trotoar dimana para pejalan kaki banyak berseliweran atau disepanjang jalan menuju mesjid. Yang lebih mengganggu dan jumlahnya juga banyak adalah yang berada di jalan-jalan raya, sekitar perempatan jalan, tempat-tempat kendaraan berhenti karena terhalang lampu lalu lintas.
Pengemis saat ini mulai cerdas, mereka memiliki berbagai trik untuk menarik para dermawan, tidak jarang mereka berpura-pura cacat seperti berpura-pura buntung, lumpuh, dan berpura-pura busuk badannya. Pengemis Indonesia membutuhkan modal untuk membeli obat merak, perban, arang, dll. Mereka juga berbagi peran dalam mengemis, yang cacat sebagai senjata untuk menarik dermawan dan yang normal meminta-minta, ada juga yang normal hanya membantu menggendong yang cacat sampai pada tempat pangkalan dan hasilnya dibagi-dibagi.
Jawa tengah merupakan sumber pengemis terbesar di Indonesia, jika Anda mengendarai mobil di jawa tengah mungkin tidak akan menemui pengemis yang berderet-deret, namun sebenarnya di jawa tengah terdapat sekitar 5.146.267 orang pengemis atau sekitar 15,34% dari jumlah penduduk Indonesia.

Mengemis merupakan tindak pidana pelanggaran
Mengemis dan menggelandang sebenarnya merupakan tindak pidana pelanggaran. Salah satu larangan untuk mengemis atau menggelandang diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran.
Pasal 504 KUHP
1)      Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu.
2)      Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 505 KUHP
1)      Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
2)      Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

C.  PENANGGULANGAN PENGEMIS DI INDONESIA
Kepedulian terhadap pengemis dan anak jalanan merupakan tindakan yang mulia. Namun, jika bentuk kepedulian itu dilakukan secara kurang tepat, dengan terus memberi mereka uang, hal itu bukannya menolong mereka, tapi malah akan “membunuh” masa depan mereka sendiri.
Dengan adanya para pengemis yang berada di tempat tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya :
1.    Bagi diri sendiri
Mereka yang melakukan pekerjaan tersebut akan merasa malu di dalam masyarakat, kemudian mereka akan dikucilkan. Dan mereka akan merasa terdiskriminasi di dalam masyarakat. Mereka juga akan menjadi malas bekerja, mengandalkan orang lain untuk menjadi sumber kehidupannya.
2.    Bagi Masyarakat/Lingkungan
Kegiatan meminta-minta yang mereka lakukan jelas mengganggu kenyamanan masyarakat/lingkungan, karena mereka keberadaan mereka yang berada di tempat umum. Tidak sedikit dari mereka meminta-minta dengan mengajak anak-anak mereka yang masih balita.
3.    Bagi Negara
Meminta-minta jelas memiliki dampak negatif terhadap negara kita, karena negara kita dianggap negara yang tidak mampu menjamin kemakmuran hidup warganya, sehingga hal ini menimbulkan masalah sosial yang juga menjadi tanggung jawab negara.
Tanggung jawab atas pengemis, mungkin seharusnya menjadi salah satu kewajiban pemerintah apabila kita merujuk pada UUD 1945 Pasal 34:
1)   Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
2)   Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3)   Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Melihat dampak yang disebabkan oleh adanya pengemis, maka perlu adanya penanggulangan pengemis baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat.
Upaya-upaya Penanggulangan Pengemis
Ø  Upaya penanggulangan pengemis berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 terdiri dari upaya:
a.     Usaha Preventif
Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya pengemis, dilakukan antara lain dengan:
1)   Penyuluhan dan bimbingan sosial, 
2)   Pembinaan sosial, 
3)   Bantuan sosial, 
4)   Perluasan kesempatan kerja, 
5)   Pemukiman lokal, 
6)   Peningkatan derajat kesehatan.
b.    Upaya Represif
Usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau meniadakan pengemis yang ditujukan-baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan perpengemisan.
Usaha represif meliputi :
1)   razia, 
2)   penampungan sementara untuk diseleksi, 
3)   pelimpahan.
Seleksi sebagaimana dimaksudkan untuk menetapkan kwalifikasi para pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan tindakan selanjutnya yang terdiri dari :
1)   dilepaskan dengan syarat , 
2)   dimasukkan dalam Panti Sosial 
3)   dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya, 
4)   diserahkan ke Pengadilan, 
5)   diberikan pelayanan kesehatan.
c.    Usaha Rehabilitatif
Usaha rehabilitatif terhadap pengemis meliputi usaha-usaha penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.

Ø  Penanggulangan Pengemis Melalui Perda
a.    Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
b.    Di kota Bandung terdapat Perda Nomor 03 tahun 2005 pasal 39a tentang  larangan menggelandang/mengemis di tempat dan di muka umum serta fasilitas sosial lainnya serta pasal 39c  tentang larangan mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha lainnya di simpang jalan, lampu merah. Bagi pelanggar akan terkena ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp 50 juta dan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
c.    Pemerintah Kota Depok terus mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang pembinaan dan pengawasan ketertiban umum, khususnya soal tertib sosial pada point Ke-8 huruf B yang mengatur tertib memberi, meminta sumbangan, mengemis dan mengamen, dan perda kota-kota lainnya.




















BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dalam upaya memecahkan suatu pengetahuan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan metode penelitian pekerjaan penelitian akan lebih terarah, sebab metode penelitian bermaksud memberikan kemudahan dan kejelasan tentang apa dan bagaimana peneliti melakukan penelitian. Oleh karena itu dalam bab tiga ini akan diuraikan mengenai berbagai hal yang termasuk dalam metode penelitian.
Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 1997 :138). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengungkap data tentang faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan. Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Dalam metode wawancara ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada beberapa anak jalanan untuk mendapatkan data mengenai penyebab seorang anak menjadi anak jalanan.
Dalam metode wawancara ini, penulis sebelumnya membuat pedoman wawancara terlebih dahulu dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
  1. Persiapan, meliputi menentukan tujuan, menentukan bentuk pertanyaan, menentukan responden, menentukan jumlah responden, menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara, dan mengadakan hubungan dengan responden.
  2. Pelaksanaan, meliputi memilih pertanyaan yang benar-benar terarah dan dibutuhkan dalam rangka mengumpulkan informasi dan mengadakan wawancara.
  3. Penutup, meliputi menyusun laporan wawancara, mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara dan mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara itu.
HASIL WAWANCARA KEPADA PENGEMIS
                        
1.      Topik                                 : Penghasilan Pengemis
2.      Tujuan                               :Untuk mengetahui data penghasilan pengemis serta faktor penyebab mengemis
3.      Nama Responden : Ibu Ruminah
4.      Waktu Pelaksanaan           : Sabtu, 24 Mei 2014  pukul : 10.57 WIB
5.      Tempat                              : Gg. Mangga IR 26
6.      Description: F:\HIBURAN\FOTO\campur-campur\CIMG2807.JPGFoto                                   :



Pertanyaan:
1.      Siapa nama Ibu?
2.      Ibu tinggal dimana?
3.      Sejak kapan Ibu melakukan pekerjaan ini?
4.      Biasanya Ibu berkeliling kemana saja?
5.      Berapa pendapatan Ibu perharinya?
6.      Ibu punya anak berapa?
7.      Anak Ibu yang sudah menikah tinggalnya dimana?
8.      Umur Ibu berapa?
9.      Kalau seandainya ada yang menawarkan ibu pekerjaan lain apakah ibu mau menerimanya?
10.  Apakah Ibu tau ada peraturan larangan memberi sedekah kepada pengemis?
11.  Apa harapan Ibu kedepannya?
12.  Harapan Ibu untuk pemerintah bagaimana?

Jawaban :
1.      Nama saya Ibu Ruminah
2.      Saya tinggal di Mayangsari, Tugu muda, Sampangan.
3.      Baru satu tahun, soalnya Ibu juga bekerja di catering, selain itu Ibu juga jualan gorengan dengan modal pinjam ke rentenir, setiap pinjam 100ribu bunganya 20ribu perbulan akhirnya Ibu keberatan jadi Ibu kembalikan uangnya sekarang Ibu tidak punya modal. Sekarang Ibu tidak punya modal jadi sekarang Ibu keliling (mengemis) sambil cari rongsok, maunya sih kepengen usaha lagi.
4.      Di sekitar sini desa Sekaran, itu saja nggak sering kadang satu bulan dua sampai tiga kali kalau ada yang punya hajatan ya Ibu bantú-bantu masak, dari pada Ibu dirumah bingung makanya Ibu keliling sambil cari rongsok.
5.      Ya nggak mesti mbak, pokoknya sedapetnya terus pulang kadang 25ribu kadang 30ribu (tidak seharian) Ibu kan sudah tua sering sakit kalau sudah cukup buat makan ya terus pulang.
6.      Saya punya 5 orang anak yang 4 sudah menikah yang satu tidak sekolah dia kerja, kalau ada kerja bangunan ya ikut kerja kalau tidak ya dirumah.
7.      Masih satu rumah sama Ibu, belum punya rumah sendiri, menantu saya kalau ada kerjaan tukang batu ya tukang batu kadang diajak temannya ngangkut sampah
8.      Umur Ibu 65 tahun.
9.      Ya mau, seperti ini kan sudah sejelek-jeleknya orang.
10.  Tidak tahu, tapi kalau mau sedekah mau dikasihkan ke siapa.
11.  Pengennya usaha lagi kalau sudah punya modal, kalau keliling terus seperti ini nggak mau, pengennya dirumah jualan rujak,setup, gorengan, lauk. Pagi Ibu sudah masak dari subuh, Ibu juga jualan semangka, melón dipotong-potong.
12.  Pengennya dikasih modal buat usaha lagi, katanya pemerintah mau membantu orang yang tidak punya dan orang miskin tapi kok enggak.





HASIL WAWANCARA PENDAPAT MASYARAKAT TENTANG PENGEMIS

Topik                            : Pengemis
Tujuan                         : Mengetahui pendapat masyarakat mengenai pengemis
Description: C:\Users\hp\Downloads\10440969_682758741773248_4159156175670058870_n.jpgNama Responden        : Ibu Sutika
Foto                             :



Pertanyaan:
1.             Nama Ibu siapa?
2.             Pekerjaan Ibu apa ?
3.             Ibu tahu pengemis bukan? Menurut ibu pengemis itu apa?
4.             Apakah disekitar daerah ibu ada pengemis?
5.             Apakah ibu pernah memberi pengemis? Biasanya berupa apa?
6.             Biasanya ibu memberi berpa rupiah pada pengemis tersebut?
7.             Ibu kan tahu ada larangan untuk memberi sedekah pada pengemis, tanggapan ibu bagaimana?
8.             Alasan ibu apa?
9.             Apakah sejauh ini pengemis mengganggu ibu?
10.         Apakah ibu setuju tentang upaya pemerintah untuk mengurangi pengemis?
11.         Apa usulan ibu mengenai hal tersebut?

Jawaban:
1.             Ibu Sutikah
2.             Swasta
3.             Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan, yang dalam arti tidak terikat dengan perusahaan atau instansi, yang suka meminta – minta.
4.             Ada
5.             Uang
6.             Biasanya saya memberi Rp 1000, karena kasihan.
7.             Saya tidak setuju
8.             Yang namanya pengemis itu tidak mungkin sengaja menjadi pengemis, karena kekurangan ekonomi yang mendesak menjadikan seorang itu menjadi pengemis, lain lagi bila pengemis itu menjadikan mengemis sebagai pelarian pekerjaan dan menjadi keenakan untuk menjadi pengemis.
9.             Sejauh ini tidak.
10.         Karena saya kasihan, kenapa karena saya memberikan hanya 1000, 1000 itu kan tidak seberapa dibandingkan dengan rejeki yang diberikan Allah kepada saya.
11.         Setuju setuju saja.
12.         Kita mengamati di lingkungan, kita istilahnya mengamati atau melakukan penelitian kepada para pengemis apakah pengemis itu benar – benar tidak mampu atau orang yang mampu tetapi menjadikan mengemis sebagai suatu pekerjaan yang mengenakkan.
















HASIL WAWANCARA PENDAPAT MAHASISWA MENGENAI PENGEMIS

                        
1.    Topik                             : Tanggapan Mahasiswa
2.    Tujuan                            : Untuk mengetahui bagaimana tanggapan mahasiswa mengenai pengemis
3.      Nama Responden          : Nurul Retno Sugiyono
4.      Waktu Pelaksanaan       : Jum’at, 30 Mei 2014  pukul : 10.57 WIB
5.      Tempat                           : Universitas Negeri Semarang
6.      Foto                               :




Pertanyaan:
1.      Selamat siang, dengan siapa?
2.      Menurut Anda pengemis itu apa?
3.      Bagaimana pendapat Anda mengenai pengemis?
4.      Bagaimana pendapat Anda mengenai pengemis yang ada di kampus?
5.      Apa harapan Anda pada pemerintah mengenai pengemis?

Jawaban:
1.      Nurul Retno Sugiono dari teknik kimia S1 2012
2.      Pengemis didevinisikan suatu atau seseorang yang dilihat dari segi fisiknya mereka kelihatan tua namun, dari mereka sendiri tidak mau usaha. Seperti halnya mereka lebih suka meminta-minta dengan menengadahkan tangan dibawah daripada mereka bekerja atau menggerakan seluruh anggota badannya untuk mencari uang.
3.      Saya kurang setuju, karena kebanyakan pengemis kalo saya melihat mereka kelihatan sehat jasmani namun, mereka lebih suka meminta-minta.
Menurut saya itu cenderung pada devinisi orang yang tidak berusaha dan lebih banyak menyusahkan orang lain. Saya lebih menghargai orang-orang yang mau berusaha kecil-kecilan karena, karena dari mereka sendiri sudah ada tujuan atau niat awal yang baikyaitu mereka ingin mencari pendapatan dengan usaha sendiri jadi itu hasil keringat mereka sendiri, saya harap pengemis disini segera dibersihkan.
4.      Jujur itu sangat mengganggu, seharusnya dilingkungan kampus itu kalau bisa tidak ada pengemis yang masuk dilingkungan Unnes. Jadi harapannya dari sisi internal kampus menghentikan dari masing-masing perorangan yang mencoba memasuki wilayah kampus untuk meminta-minta, karena apa setiap sudut-sudut yang mereka berani memasuki dan tidak ada larangan dari kampus mereka malah setiap harinya lebih senang.
5.      Yang pertama menyediakan lapangan pekerjaan. Jadi, dengan adanya lapangan pekerjaan mereka tidak lagi meminta-minta dipinggir jalan, diperempatan, dikampung atau dimanapun itu, yang kedua harus ada sosialisasi dari pemerintah kepada warga jadi dengan keterkaitan antara pemerintah dengan masyarakat diharapkan dari teman-teman  pengangguran bisa ditampung untuk selanjutnya diberi pelatihan softskill. Jadi, harapannya setiap orang itu mempunyai kemampuan diri atau softskill dan mereka mampu mengimplementasikan sesuatu  yang mereka punya untuk masyarakat.










BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
          Berdasarkan penelitian yang kami lakukan terhadap pengemis, masyarakat, dan mahasiswa, maka dapat diperoleh hasil laporan penelitian menganai penyebab salah seorang menjadi pengemis, bagaimana kehidupan seorang pengemis yang sebenarnya, penghasilan sebagai seorang pengemis, serta pro kontra dari masyarakat dan mahasiswa mengenai keberadaan pengemis di lingkungan sekitar.
            Dari beberapa pertanyaan yang penulis ajukan, faktor utama yang menyebabkan ibu Ruminah (pengemis yang kami wawancarai) menjadi pengemis adalah faktor ekonomi, yakni kurangnya modal untuk melanjutkan usahanya. Selain itu faktor lainnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, meskipun orang tersebut memiliki kemampuan/ketrampilan memasak yang cukup baik. Namun, mengemis bukan berati penghasilannya tidak mampu mencapai penghasilan minimal masyarakat indonesia, faktanya ibu Ruminah mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp.25.000-30.000/hari atau sekitar Rp.900.000/bulan, itupun tidak sehari penuh dan hanya berkeliling di sekitar kampus Unnes, yakni di sekitar desa sekaran saja. Apabila ibu Ruminah berkeliling seharian dan berkeliling ke luar daerah desa sekaran kemungkinan penghasilannya mampu menyamai UMK kabupaten Semarang, yaitu Rp1.208.200/bulan atau sekitar Rp40.300/hari. Pengahasilan pengemis yang cukup banyak juga merupakan salah satu faktor mengapa banyak orang memilih menjadi pengemis di banding bekerja serabutan, sehingga angka pengemis di indonesia tidak pernah berkurang bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun.
            Menurut pendapat mahasiswa yang kami wawancarai, keberadaan pengemis di área kampus cukup mengganggu dan perlu adanya penanganan serta campur tangan pemerintah untuk mengatasinya. Sedangkan menurut tanggapan dari masyarakat, keberadaan pengemis tidak mengganggu serta mereka juga tidak setuju dengan adanya larangan memberi uang pada pengemis.

B. Pembahasan
Dari deskripsi hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis adalah faktor kondisi sosial ekonomi. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarga tersebut, membuat orang tersebut harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan cara mengemis. Padahal orang tersebut memiliki ketrampilan tetapi karena keterbatasan lapangan pekerjaan, membuat orang ini memilih untuk menjadi pengemis.
Dalam mengatasi permasalahan pengemis ini, pemerintah telah mengambil beberapa langkah yaitu dengan usaha preventif , usaha represif, dan usaha rehabilitatif. Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya pengemis, dilakukan antara lain dengan: penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan sosial, bantuan sosial, perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, peningkatan derajat kesehatan. Sementara itu, usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau meniadakan pengemis yang ditujukan-baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan perpengemisan. Usaha represif meliputi : razia, penampungan sementara untuk diseleksi, pelimpahan. Dan untuk usaha rehabilitatif terhadap pengemis meliputi usaha-usaha penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.
Contoh bentuk tindakan penanganan dari pemerintah misalnya:
1.        Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
2.        Di kota Bandung terdapat Perda Nomor 03 tahun 2005 pasal 39a tentang  larangan menggelandang/mengemis di tempat dan di muka umum serta fasilitas sosial lainnya serta pasal 39c  tentang larangan mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha lainnya di simpang jalan, lampu merah. Bagi pelanggar akan terkena ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp 50 juta dan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
3.        Pemerintah Kota Depok terus mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang pembinaan dan pengawasan ketertiban umum, khususnya soal tertib sosial pada point Ke-8 huruf B yang mengatur tertib memberi, meminta sumbangan, mengemis dan mengamen, dan perda kota-kota lainnya.
















BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan. Faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis adalah faktor ekonomi, yakni kurangnya modal untuk melanjutkan usahanya. Selain itu faktor lainnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, meskipun orang tersebut memiliki kemampuan/ketrampilan memasak yang cukup baik. Sebenarnya menjadi pengemis mampu menghidupi keluarga secara layak, karena penghasilannya yang cukup banyak. Permasalahan pengemis ini dapat ditanggulangi dengan 3 usaha yaitu usaha preventif, usaha represif  dan usaha rehabilitatif. Tindakan penanganan permasalahan pengemis ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarakat.


B. Rekomendasi
Berbagai pihak sangat berpengaruh dalam melaksanakan program-program dalam membantu pemerintah dalam upaya mengurangi pengemis, karena tanpa adanya kerjasama dari pihak masyarakat utamanya, pemerintah akan sulit untuk melaksanakan upaya-upaya yang telah di rancang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengurangi pengemis selain melaksanakan undang-undang dan perda yang sudah di sahkan, menurut kelompok kami adalah dengan melakukan pelatihan softskill agar mereka mempunyai keterampilan sehingga ia dapat menggunakan keterampilannya tersebut untuk mendapatkan penghasilan, menyediakan lapangan usaha, perlunya perda tentang larangan imigrasi serta tata tertib imigrasi untuk mengurangi jumlah imigran serta memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam di setiap daerah agar masyarakat tidak melakukan imigrasi.
DAFTAR PUSTAKA








                 http://umkterbaru.blogspot.com/2013/11/daftar-umr-umk-se-jawa-tengah-2014.html di akses tanggal 1 juni 2014 pukul 21.00 WIB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar