PENGEMIS SEBAGAI SUMBER
PENGHASILAN YANG MENJANJIKAN
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen
Pembimbing : Ibu Noviani Achmad Putri
Disusun Oleh:
Mohammad Nurul Setyawan 4311413001
Febry Dwi Nugroho 5213413042
Siti Muzdalifah 5401413041
Sherly Nurmala Dewi 7211413006
Novi Ernawati 7311413015
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengemis adalah hal yang dilakukan
oleh seseorang yang membutuhkan uang, makanan, tempat tinggal atau hal
lainnya dari orang yang mereka temui dengan meminta. Umumnya di kota besar
sering terlihat pengemis meminta uang, makanan atau benda lainnya. Sudah banyak
cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi jumlah pengemis
seperti razia pengemis dan gepeng, undang-undang pidana bagi pengemis, dan
pelarangangan pemberian uang bagi pengemis yang sudah mulai di canangkan di
beberapa daerah di Indonesia. namun jumlah pengemis di Indonesia masih tetap
tinggi.
Awalnya mengemis merupakan
pekerjaan yang di anggap rendah dan berkaitan erat dengan kemiskinan seseorang
dalam suatu masyarakat, Namun saat ini bagi sebagian masyarakat mengemis bukan
lagi hal yang dianggap demikian karena tanpa mengeluarkan banyak tenaga
seseorang dapat mendapat uang dengan mudahnya. Dalam Pasal 504 dan Pasal 505
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran. Pengaturan lain
terhadap pengemis juga terdapat dalam Perkapolri
No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Pengemis (“Perkapolri 14/2007”).
Dari peraturan tersebut sudah jelas bahwa mengemis merupakan tindak
pelanggaran, namun masyarakat masih banyak yang berbondong-bondong mengantri
dan mengaku menjadi orang miskin tanpa memperdulikan harga dirinya. Apa lagi
diketahui jumlah pendapatan mereka
yang luar biasa besar (menurut beberapa liputan media masa, pendapatan mereka
dalam 1 hari mencapai Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta), profesi sebagai pengemis
memang tidak memerlukan kerja yang melelahkan. Selain kerja cukup enak, untuk
dapat menjalankan profesi mengemis juga tidak diperlukan keahlian tertentu yang
harus disiapkan, apalagi ijasah.
Hal itu membuat jumlah
rombongan pengemis yang datang dari
waktu ke waktu terus bertambah dan tidak pernah surut, walau pihak dinas sosial
selalu mengadakan penertiban dengan menangkapi para pengemis secara dadakan.
Mereka terus saja berdatangan kembali, walau sudah dipulangkan secara paksa.
Namun, jumlah imbalan yang diperoleh dari usaha mengemis cukup besar sehingga
menutup mata para saudara kita untuk tetap kembali berusaha sebagai pengemis.
Fenomena lain selain pengemis
yang berbondong-bondong masuk ke perkotaan yang merupakan sasaran empuk karena
orang-orang kota yang menurut mereka berduit , kini pengemis mulai merambah di
daerah perkampusan, termasuk yang sering kita lihat di kawasan Universitas
Negeri Semarang. Mungkin mereka tahu
jika mahasiswa iba melihat pemandangan seperti itu. Tapi itu adalah
pendapat media mengenai pengemis, Namun kita belum tahu bagaimana realita yang
sebenarnya apakah semua pengemis memang sebenarnya orang mampu.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengemis di Indonesia dan apa yang menjadi alasan mereka
mengemis?
2.
Apa solusi-solusi untuk mengurangi jumlah pengemis di Indonesia?
C. Tujuan
1.
Mengetahui informasi-informasi atau data-data tentang pengemis dan alasan
mereka mengemis.
2.
Mengetahui solusi mengurangi pengemis di Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KONSEP PENGEMIS
Untuk memahami pengemis secara utuh,
kita harus mengetahui definisi pengemis. Sudarianto mendefinisikan pengemis adalah
orang-orang yang pekerjaannya meminta-minta kepada orang lain guna memenuhi
kebutuhannya.
Sementara itu, menurut Muthalib
dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005), pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap
belas kasihan orang lain. Weinberg (1970 : 143-144) menggambarkan bagaimana
pengemis masuk dalam kategori orang miskin di perkotaan sering mengalami
praktek diskriminasi dan pemberian stigma yang negatif. Dalam kaitannya dengan
ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan bahwa pemberian stigma
negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat pada umumnya.Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
penghasilan dengan meminta-minta untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan.
B. PENGEMIS DI INDONESIA
Indonesia adalah negara yang kaya raya. Potensi
kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati.
Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan
kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin
tidak bisa dihitung. Menurut data, Indonesia memiliki 60 ladang minyak
(basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar
barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga
tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini
menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan
sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri (Sumber Data , Walhi,
2004). Kekayaan alam Indonesia itu bernilai milyaran dolar, namun
ironisnya angka kemiskinan tetap tinggi, Dari data
BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah orang miskin yang terdata sampai bulan Maret
2013 berjumlah 28,07 juta, dimana jumlah ini menurun cukup lumayan dibanding
data bulan Maret 2012 sebesar 29,13 juta, atau menurun cukup tajam bila
dibanding data tahun 2009, yaitu sebesar 32,53 juta. BPS sendiri membuat
kriteria rumah tangga sasaran yang dapat dikelompokkan orang miskin adalah RTS
yang pengeluaran sebulan per kapita tidak lebih besar dari Rp 211 ribu atau Rp
7 ribu sehari perkapita.
Adanya pengemis merupakan salah satu dampak dari
kemiskinan, pengemis di
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari melemahnya kekuatan ekonomi secara makro. Latar belakang pengemis sendiri bermacam-macam. Ada yang
akibat rumahnya tergusur, sehingga mereka (1 keluarga) menggunakan gerobak
untuk berpindah-pindah tempat dan mencari sumbangan / makanan. Ada pula yang
meninggalkan kampungnya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Jakarta,
tapi tidak melengkapi dirinya dengan kemampuan yang dibutuhkan sehingga
akhirnya menjadikan pengemis sebagai profesi.
Pengemis dibedakan
menjadi macam empat yaitu :
1.
Pengemis musiman
yaitu pengemis yang hanya ada di hari-hari tertentu saja, seperti imlek,
ramadhan, idul fitri dan lain
sebagainya.
2.
Pengemis mangkal
yaitu pengemis yang hanya mengemis di tempat-tempet tertentu,
dan pasti selalu ada di tempat itu dengan pengemis yang sama.
3.
Pengemis keliling
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan cara keliling
rumah-rumah penduduk di berbagai desa maupun kota.
4.
Pengemis sumbangan
yaitu pengemis yang meminta-minta dengan alasan meminta
sumbangan untuk pembangunan masjid dan lain sebagainya.
Maraknya jumlah gelandangan dan
anak-anak jalanan di tengah- tengah kota besar tentu mengindikasikan
meningkatnya tingkat kemiskinan kota yang pada akhirnya mengemis dan jadi
gelandangan bukan nasib tapi pilihan mereka. Namun hakekatnya persoalan mereka
bukanlah kemiskinan belaka, melainkan juga eksploitasi, manipulasi,
ketidakkonsistenan terhadap cara-cara pertolongan baik oleh mereka sendiri
maupun pihak lain yang menaruh perhatian terhadap Anak Jalanan dan Gepeng.
Menurut
menteri sosial Salim Segaf Al-jufrie
pada tahun 2008 Badan Pusat Statistik (BPS) mendata ada kenaikan setiap tahunnya pada jumlah pengemis setiap
tahunnya, yaitu dapat dilihat dari data tabel di bawah ini:
TAHUN
|
GELANDANGAN
|
ANAK
JALANAN
|
PENGEMIS
|
2008
|
450
|
109
|
95
|
2009
|
600
|
129
|
111
|
2010
|
902
|
313
|
313
|
2011
|
947
|
358
|
358
|
JUMLAH
|
2899
|
909
|
877
|
Tabel SEQ tabel_ \* ARABIC 1.1 data statistik Pengemis di Indonesia
Fakta pengemis di Indonesia:
Pengemis di Indonesia memiliki penghasilan yang menjanjikan, bukan hanya
memiliki penghasilan tetap mereka bahkan mampu berpenghasilan lebih,
penghasilan sebagai pengemis sekitar >Rp100.000,00/hari atau sekitar
Rp3.000.000,00/bulan, ini adalah pengahsilan minimal yang bisa didapatkan oleh
seorang pengemis, ada diantara mereka yang mampu berpenghasilan
Rp25.000.000.000/bulan. Seperti halnya Pak Walang dengan mengemis hanya dalam
waktu kurang dari satu bulan mampu meraup 25 juta rupiah, ini melebihi
penghasilan seorang manajer perusahaan. Sangat fantastis dan menggiurkan, hanya
dengan menadahkan tangan dan memelas dapat menghasilkan jutaan rupiah.
Berbagai macam modus operandinya, ada yang sekedar menengadahkan tangan
dan berkeliling dari rumah ke rumah (yang ini sudah jarang dilakukan, karena
ternyata hasilnya kurang banyak), berkeliling dengan menengadahkan tangan di
dalam pasar atau terminal bus (ini jumlahnya cukup banyak), atau sekedar duduk
saja disepanjang trotoar dimana para pejalan kaki banyak berseliweran atau
disepanjang jalan menuju mesjid. Yang lebih mengganggu dan jumlahnya juga
banyak adalah yang berada di jalan-jalan raya, sekitar perempatan jalan,
tempat-tempat kendaraan berhenti karena terhalang lampu lalu lintas.
Pengemis saat ini mulai cerdas, mereka memiliki berbagai trik untuk
menarik para dermawan, tidak jarang mereka berpura-pura cacat seperti
berpura-pura buntung, lumpuh, dan berpura-pura busuk badannya. Pengemis
Indonesia membutuhkan modal untuk membeli obat merak, perban, arang, dll.
Mereka juga berbagi peran dalam mengemis, yang cacat sebagai senjata untuk
menarik dermawan dan yang normal meminta-minta, ada juga yang normal hanya
membantu menggendong yang cacat sampai pada tempat pangkalan dan hasilnya
dibagi-dibagi.
Jawa tengah merupakan sumber pengemis terbesar di Indonesia, jika Anda
mengendarai mobil di jawa tengah mungkin tidak akan menemui pengemis yang
berderet-deret, namun sebenarnya di jawa tengah terdapat sekitar 5.146.267
orang pengemis atau sekitar 15,34% dari jumlah penduduk Indonesia.
Mengemis merupakan tindak pidana pelanggaran
Mengemis dan menggelandang sebenarnya merupakan tindak pidana
pelanggaran. Salah satu larangan untuk mengemis atau menggelandang diatur dalam
Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Buku ke-3 tentang
Tindak Pidana Pelanggaran.
Pasal 504 KUHP
1)
Barang siapa mengemis di muka umum,
diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam
minggu.
2)
Pengemisan yang dilakukan oleh tiga
orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal
505 KUHP
1)
Barang siapa bergelandangan tanpa
pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan
paling lama tiga bulan.
2)
Pergelandangan yang dilakukan oleh
tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan
pidana kurungan paling lama enam bulan.
C. PENANGGULANGAN PENGEMIS DI INDONESIA
Kepedulian terhadap pengemis dan anak jalanan merupakan
tindakan yang mulia. Namun, jika bentuk kepedulian itu dilakukan secara kurang
tepat, dengan terus memberi mereka uang, hal itu bukannya menolong mereka, tapi
malah akan “membunuh” masa depan mereka sendiri.
Dengan adanya para pengemis yang berada di tempat tempat umum akan menimbulkan
banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya :
1. Bagi diri sendiri
Mereka yang
melakukan pekerjaan tersebut akan merasa malu di dalam masyarakat, kemudian
mereka akan dikucilkan. Dan mereka akan merasa terdiskriminasi di dalam
masyarakat. Mereka juga akan menjadi malas bekerja, mengandalkan orang lain
untuk menjadi sumber kehidupannya.
2. Bagi Masyarakat/Lingkungan
Kegiatan meminta-minta yang mereka
lakukan jelas mengganggu kenyamanan masyarakat/lingkungan, karena mereka
keberadaan mereka yang berada di tempat umum. Tidak sedikit dari mereka
meminta-minta dengan mengajak anak-anak mereka yang masih balita.
3. Bagi Negara
Meminta-minta jelas memiliki dampak
negatif terhadap negara kita, karena negara kita dianggap negara yang tidak
mampu menjamin kemakmuran hidup warganya, sehingga hal ini menimbulkan masalah sosial
yang juga menjadi tanggung jawab negara.
Tanggung
jawab atas pengemis, mungkin seharusnya menjadi salah satu kewajiban pemerintah
apabila kita merujuk pada UUD 1945 Pasal 34:
1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara.
2) Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3) Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Melihat
dampak yang disebabkan oleh adanya pengemis, maka perlu adanya penanggulangan
pengemis baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat.
Upaya-upaya
Penanggulangan Pengemis
Ø Upaya penanggulangan pengemis
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 terdiri dari upaya:
a.
Usaha Preventif
Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pengemis
di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok
masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya pengemis, dilakukan
antara lain dengan:
1)
Penyuluhan dan
bimbingan sosial,
2)
Pembinaan sosial,
3)
Bantuan sosial,
4)
Perluasan kesempatan
kerja,
5)
Pemukiman lokal,
6)
Peningkatan derajat
kesehatan.
b.
Upaya Represif
Usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau
meniadakan pengemis yang ditujukan-baik kepada seseorang maupun kelompok orang
yang disangka melakukan perpengemisan.
Usaha represif meliputi :
1)
razia,
2)
penampungan sementara
untuk diseleksi,
3)
pelimpahan.
Seleksi sebagaimana dimaksudkan untuk menetapkan
kwalifikasi para pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan tindakan
selanjutnya yang terdiri dari :
1)
dilepaskan dengan
syarat ,
2)
dimasukkan dalam Panti
Sosial
3)
dikembalikan kepada
orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya,
4)
diserahkan ke
Pengadilan,
5)
diberikan pelayanan kesehatan.
c.
Usaha Rehabilitatif
Usaha rehabilitatif terhadap pengemis meliputi usaha-usaha
penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar
fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.
Ø Penanggulangan Pengemis Melalui Perda
a. Untuk wilayah DKI Jakarta,
larangan mengemis juga diatur di dalam Perda
DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”).
Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007
diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi
uang atau barang kepada pengemis.
b. Di kota Bandung terdapat Perda
Nomor 03 tahun 2005 pasal 39a tentang larangan menggelandang/mengemis di
tempat dan di muka umum serta fasilitas sosial lainnya serta pasal 39c
tentang larangan mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha
lainnya di simpang jalan, lampu merah. Bagi pelanggar akan terkena ancaman
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp 50
juta dan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
c. Pemerintah Kota Depok terus
mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2012 tentang pembinaan dan
pengawasan ketertiban umum, khususnya soal tertib sosial pada point Ke-8 huruf
B yang mengatur tertib memberi, meminta sumbangan, mengemis dan mengamen, dan
perda kota-kota lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara sebagai usaha
untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dalam
upaya memecahkan suatu pengetahuan dalam upaya memecahkan suatu permasalahan
dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan metode penelitian
pekerjaan penelitian akan lebih terarah, sebab metode penelitian bermaksud
memberikan kemudahan dan kejelasan tentang apa dan bagaimana peneliti melakukan
penelitian. Oleh karena itu dalam bab tiga ini akan diuraikan mengenai berbagai
hal yang termasuk dalam metode penelitian.
Metode pengumpulan data adalah
cara yang digunakan untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 1997 :138).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengungkap
data tentang faktor penyebab seorang anak menjadi anak jalanan. Metode
pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
wawancara. Dalam metode wawancara ini penulis mengajukan beberapa pertanyaan
kepada beberapa anak jalanan untuk mendapatkan data mengenai penyebab seorang
anak menjadi anak jalanan.
Dalam metode wawancara ini, penulis sebelumnya membuat pedoman wawancara
terlebih dahulu dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
- Persiapan, meliputi menentukan tujuan, menentukan bentuk pertanyaan, menentukan responden, menentukan jumlah responden, menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara, dan mengadakan hubungan dengan responden.
- Pelaksanaan, meliputi memilih pertanyaan yang benar-benar terarah dan dibutuhkan dalam rangka mengumpulkan informasi dan mengadakan wawancara.
- Penutup, meliputi menyusun laporan wawancara, mengadakan evaluasi tentang pelaksanaan wawancara dan mengadakan diskusi tentang hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan wawancara itu.
HASIL WAWANCARA KEPADA PENGEMIS
1. Topik :
Penghasilan Pengemis
2. Tujuan :Untuk
mengetahui data penghasilan pengemis serta faktor penyebab mengemis
3. Nama Responden : Ibu Ruminah
4. Waktu Pelaksanaan : Sabtu,
24 Mei 2014 pukul : 10.57 WIB
5. Tempat :
Gg. Mangga IR 26
6.
Foto :
Pertanyaan:
1. Siapa nama Ibu?
2. Ibu tinggal dimana?
3. Sejak kapan Ibu melakukan pekerjaan ini?
4. Biasanya Ibu berkeliling kemana saja?
5. Berapa pendapatan Ibu perharinya?
6. Ibu punya anak berapa?
7. Anak Ibu yang sudah menikah tinggalnya dimana?
8. Umur Ibu berapa?
9. Kalau seandainya ada yang menawarkan ibu pekerjaan lain apakah ibu mau
menerimanya?
10. Apakah Ibu tau ada peraturan larangan memberi sedekah kepada pengemis?
11. Apa harapan Ibu kedepannya?
12. Harapan Ibu untuk pemerintah bagaimana?
Jawaban :
1. Nama saya Ibu Ruminah
2. Saya tinggal di Mayangsari, Tugu muda, Sampangan.
3. Baru satu tahun, soalnya Ibu juga bekerja di catering, selain itu Ibu
juga jualan gorengan dengan modal pinjam ke rentenir, setiap pinjam 100ribu
bunganya 20ribu perbulan akhirnya Ibu keberatan jadi Ibu kembalikan uangnya
sekarang Ibu tidak punya modal. Sekarang Ibu tidak punya modal jadi sekarang
Ibu keliling (mengemis) sambil cari rongsok, maunya sih kepengen usaha lagi.
4. Di sekitar sini desa Sekaran, itu saja nggak sering kadang satu bulan dua
sampai tiga kali kalau ada yang punya hajatan ya Ibu bantú-bantu masak, dari
pada Ibu dirumah bingung makanya Ibu keliling sambil cari rongsok.
5. Ya nggak mesti mbak, pokoknya sedapetnya terus pulang kadang 25ribu
kadang 30ribu (tidak seharian) Ibu kan sudah tua sering sakit kalau sudah cukup
buat makan ya terus pulang.
6. Saya punya 5 orang anak yang 4 sudah menikah yang satu tidak sekolah dia
kerja, kalau ada kerja bangunan ya ikut kerja kalau tidak ya dirumah.
7. Masih satu rumah sama Ibu, belum punya rumah sendiri, menantu saya kalau
ada kerjaan tukang batu ya tukang batu kadang diajak temannya ngangkut sampah
8. Umur Ibu 65 tahun.
9. Ya mau, seperti ini kan sudah sejelek-jeleknya orang.
10. Tidak tahu, tapi kalau mau sedekah mau dikasihkan ke siapa.
11. Pengennya usaha lagi kalau sudah punya modal, kalau keliling terus
seperti ini nggak mau, pengennya dirumah jualan rujak,setup, gorengan, lauk.
Pagi Ibu sudah masak dari subuh, Ibu juga jualan semangka, melón
dipotong-potong.
12. Pengennya dikasih modal buat usaha lagi, katanya pemerintah mau membantu
orang yang tidak punya dan orang miskin tapi kok enggak.
HASIL WAWANCARA PENDAPAT MASYARAKAT TENTANG PENGEMIS
Topik : Pengemis
Tujuan :
Mengetahui pendapat masyarakat mengenai pengemis
Foto :
Pertanyaan:
1.
Nama Ibu siapa?
2.
Pekerjaan Ibu apa ?
3.
Ibu tahu pengemis bukan?
Menurut ibu pengemis itu apa?
4.
Apakah disekitar daerah ibu ada pengemis?
5.
Apakah ibu pernah memberi pengemis? Biasanya berupa apa?
6.
Biasanya ibu memberi berpa rupiah pada pengemis tersebut?
7.
Ibu kan tahu ada larangan untuk memberi sedekah pada pengemis, tanggapan
ibu bagaimana?
8.
Alasan ibu apa?
9.
Apakah sejauh ini pengemis mengganggu ibu?
10.
Apakah ibu setuju tentang upaya pemerintah untuk mengurangi pengemis?
11.
Apa usulan ibu mengenai hal tersebut?
Jawaban:
1.
Ibu Sutikah
2.
Swasta
3.
Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan, yang dalam arti tidak terikat
dengan perusahaan atau instansi, yang suka meminta – minta.
4.
Ada
5.
Uang
6.
Biasanya saya memberi Rp 1000, karena kasihan.
7.
Saya tidak setuju
8.
Yang namanya pengemis itu tidak mungkin sengaja menjadi pengemis, karena
kekurangan ekonomi yang mendesak menjadikan seorang itu menjadi pengemis, lain
lagi bila pengemis itu menjadikan mengemis sebagai pelarian pekerjaan dan
menjadi keenakan untuk menjadi pengemis.
9.
Sejauh ini tidak.
10.
Karena saya kasihan, kenapa karena saya memberikan hanya 1000, 1000 itu
kan tidak seberapa dibandingkan dengan rejeki yang diberikan Allah kepada saya.
11.
Setuju setuju saja.
12.
Kita mengamati di lingkungan, kita istilahnya mengamati atau melakukan
penelitian kepada para pengemis apakah pengemis itu benar – benar tidak mampu
atau orang yang mampu tetapi menjadikan mengemis sebagai suatu pekerjaan yang
mengenakkan.
HASIL WAWANCARA PENDAPAT MAHASISWA MENGENAI PENGEMIS
1. Topik :
Tanggapan Mahasiswa
2. Tujuan : Untuk
mengetahui bagaimana tanggapan mahasiswa mengenai pengemis
3. Nama Responden : Nurul
Retno Sugiyono
4. Waktu Pelaksanaan : Jum’at, 30
Mei 2014 pukul : 10.57 WIB
5.
Tempat : Universitas Negeri
Semarang
6.
Foto :
Pertanyaan:
1.
Selamat siang, dengan siapa?
2.
Menurut Anda pengemis itu apa?
3.
Bagaimana pendapat Anda mengenai pengemis?
4.
Bagaimana pendapat Anda mengenai pengemis yang ada di kampus?
5.
Apa harapan Anda pada pemerintah mengenai pengemis?
Jawaban:
1.
Nurul Retno Sugiono dari teknik kimia S1 2012
2.
Pengemis didevinisikan suatu atau seseorang yang dilihat dari segi
fisiknya mereka kelihatan tua namun, dari mereka sendiri tidak mau usaha.
Seperti halnya mereka lebih suka meminta-minta dengan menengadahkan tangan
dibawah daripada mereka bekerja atau menggerakan seluruh anggota badannya untuk
mencari uang.
3.
Saya kurang setuju, karena kebanyakan pengemis kalo saya melihat mereka
kelihatan sehat jasmani namun, mereka lebih suka meminta-minta.
Menurut saya itu cenderung
pada devinisi orang yang tidak berusaha dan lebih banyak menyusahkan orang
lain. Saya lebih menghargai orang-orang yang mau berusaha kecil-kecilan karena,
karena dari mereka sendiri sudah ada tujuan atau niat awal yang baikyaitu
mereka ingin mencari pendapatan dengan usaha sendiri jadi itu hasil keringat
mereka sendiri, saya harap pengemis disini segera dibersihkan.
4.
Jujur itu sangat mengganggu, seharusnya dilingkungan kampus itu kalau
bisa tidak ada pengemis yang masuk dilingkungan Unnes. Jadi harapannya dari
sisi internal kampus menghentikan dari masing-masing perorangan yang mencoba
memasuki wilayah kampus untuk meminta-minta, karena apa setiap sudut-sudut yang
mereka berani memasuki dan tidak ada larangan dari kampus mereka malah setiap
harinya lebih senang.
5.
Yang pertama menyediakan lapangan pekerjaan. Jadi, dengan adanya lapangan
pekerjaan mereka tidak lagi meminta-minta dipinggir jalan, diperempatan,
dikampung atau dimanapun itu, yang kedua harus ada sosialisasi dari pemerintah
kepada warga jadi dengan keterkaitan antara pemerintah dengan masyarakat
diharapkan dari teman-teman pengangguran
bisa ditampung untuk selanjutnya diberi pelatihan softskill. Jadi, harapannya
setiap orang itu mempunyai kemampuan diri atau softskill dan mereka mampu
mengimplementasikan sesuatu yang mereka
punya untuk masyarakat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan terhadap pengemis, masyarakat,
dan mahasiswa, maka dapat diperoleh hasil laporan penelitian menganai penyebab salah
seorang menjadi pengemis, bagaimana kehidupan seorang pengemis yang sebenarnya,
penghasilan sebagai seorang pengemis, serta pro kontra dari masyarakat dan
mahasiswa mengenai keberadaan pengemis di lingkungan sekitar.
Dari beberapa pertanyaan
yang penulis ajukan, faktor utama yang menyebabkan ibu Ruminah (pengemis yang
kami wawancarai) menjadi pengemis adalah faktor ekonomi, yakni kurangnya modal
untuk melanjutkan usahanya. Selain itu faktor lainnya adalah kurangnya lapangan
pekerjaan yang tersedia, meskipun orang tersebut memiliki kemampuan/ketrampilan
memasak yang cukup baik. Namun, mengemis bukan berati penghasilannya tidak mampu
mencapai penghasilan minimal masyarakat indonesia, faktanya ibu Ruminah mampu
mendapatkan penghasilan sekitar Rp.25.000-30.000/hari atau sekitar
Rp.900.000/bulan, itupun tidak sehari penuh dan hanya berkeliling di sekitar
kampus Unnes, yakni di sekitar desa sekaran saja. Apabila ibu Ruminah
berkeliling seharian dan berkeliling ke luar daerah desa sekaran kemungkinan
penghasilannya mampu menyamai UMK kabupaten Semarang, yaitu Rp1.208.200/bulan
atau sekitar Rp40.300/hari. Pengahasilan pengemis yang cukup banyak juga
merupakan salah satu faktor mengapa banyak orang memilih menjadi pengemis di
banding bekerja serabutan, sehingga angka pengemis di indonesia tidak pernah
berkurang bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut pendapat mahasiswa
yang kami wawancarai, keberadaan pengemis di área kampus cukup mengganggu dan
perlu adanya penanganan serta campur tangan pemerintah untuk mengatasinya.
Sedangkan menurut tanggapan dari masyarakat, keberadaan pengemis tidak
mengganggu serta mereka juga tidak setuju dengan adanya larangan memberi uang
pada pengemis.
B. Pembahasan
Dari deskripsi hasil penelitian di atas dapat dilihat
bahwa faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis adalah faktor
kondisi sosial ekonomi. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarga tersebut,
membuat orang tersebut harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan cara
mengemis. Padahal orang tersebut memiliki ketrampilan tetapi karena
keterbatasan lapangan pekerjaan, membuat orang ini memilih untuk menjadi
pengemis.
Dalam mengatasi permasalahan pengemis ini, pemerintah
telah mengambil beberapa langkah yaitu dengan usaha preventif , usaha represif,
dan usaha rehabilitatif. Usaha preventif dimaksudkan
untuk mencegah timbulnya pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik
kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber
timbulnya pengemis, dilakukan antara lain dengan: penyuluhan dan bimbingan
sosial, pembinaan sosial, bantuan sosial, perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, peningkatan derajat
kesehatan. Sementara itu, usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau
meniadakan pengemis yang ditujukan-baik kepada seseorang maupun kelompok orang
yang disangka melakukan perpengemisan. Usaha represif meliputi : razia, penampungan
sementara untuk diseleksi, pelimpahan.
Dan untuk usaha rehabilitatif terhadap pengemis meliputi usaha-usaha
penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar
fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.
Contoh bentuk tindakan penanganan dari pemerintah misalnya:
1.
Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda
DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di
dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi
juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
2.
Di kota Bandung terdapat Perda Nomor 03 tahun 2005 pasal 39a tentang larangan menggelandang/mengemis di tempat dan
di muka umum serta fasilitas sosial lainnya serta pasal 39c tentang larangan mengamen, mencari upah jasa
dari pengelapan mobil dan usaha lainnya di simpang jalan, lampu merah. Bagi
pelanggar akan terkena ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan
atau denda paling banyak Rp 50 juta dan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan dan Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
3.
Pemerintah Kota Depok terus mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 16
Tahun 2012 tentang pembinaan dan pengawasan ketertiban umum, khususnya soal
tertib sosial pada point Ke-8 huruf B yang mengatur tertib memberi, meminta
sumbangan, mengemis dan mengamen, dan perda kota-kota lainnya.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, pengemis adalah
orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta untuk memenuhi
kebutuhannya dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan. Faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pengemis adalah faktor
ekonomi, yakni kurangnya modal untuk melanjutkan usahanya. Selain itu faktor
lainnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia, meskipun orang
tersebut memiliki kemampuan/ketrampilan memasak yang cukup baik.
Sebenarnya menjadi pengemis mampu menghidupi keluarga secara layak, karena
penghasilannya yang cukup banyak. Permasalahan pengemis ini dapat ditanggulangi
dengan 3 usaha yaitu usaha preventif, usaha represif dan usaha rehabilitatif. Tindakan
penanganan permasalahan pengemis ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara
pihak pemerintah dan masyarakat.
B. Rekomendasi
Berbagai pihak sangat berpengaruh dalam melaksanakan
program-program dalam membantu pemerintah dalam upaya mengurangi pengemis,
karena tanpa adanya kerjasama dari pihak masyarakat utamanya, pemerintah akan
sulit untuk melaksanakan upaya-upaya yang telah di rancang oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah
dalam mengurangi pengemis selain melaksanakan undang-undang dan perda yang
sudah di sahkan, menurut kelompok kami adalah dengan melakukan pelatihan
softskill agar mereka mempunyai keterampilan sehingga ia dapat menggunakan
keterampilannya tersebut untuk mendapatkan penghasilan, menyediakan lapangan
usaha, perlunya perda tentang larangan imigrasi serta tata tertib imigrasi
untuk mengurangi jumlah imigran serta memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam di
setiap daerah agar masyarakat tidak melakukan imigrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://panduanmenarik.blogspot.com/2013/12/5-fakta-pengemis-di-indonesia.html
di akses tanggal 1 Mei 2014 pukul 19.15 WIB
http://sosbud.kompasiana.com/2013/07/16/sebagian-masyarakat-kita-memilih-jadi-pengemis-577278.html
diakses tanggal 3 Mei 2014 pukul 10.22 WIB
http://andrewch.blogspot.com/2012/08/aspek-pidana-dan-kebijakan-sosial_11.html di akses tanggal 20 Mei 2014 pukul 13.23 WIB
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/02/23/jangan-beri-uang-pada-pengemis-437619.html di akses tanggal 20 Mei 2014 pukul 13.58 WIB
http://ismantomuko.blogspot.com/2013/11/hubungan-antara-kemiskinan-dan-penomena.html di akses tanggal 21 Mei 2014 pukul 21.40 WIB
http://dwianggaraputra.blogspot.com/2012/06/analisis-tentang-pengemis-di-indonesia.html di akses tanggal 26 Mei 2014 pukul 07.30 WIB
http://coretanpenasyadza.blogspot.com/2013/01/kebijakan-pemerintah-pusat-dan-daerah.html
di akses tanggal 28 mei 2014 pukul 21.28 WIB
http://umkterbaru.blogspot.com/2013/11/daftar-umr-umk-se-jawa-tengah-2014.html
di akses tanggal 1 juni 2014 pukul 21.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar